TUGAS PAPER
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
ANEKA PALMA
"Modifikasi Tepung
Sagu dengan Metode Asetilasi "
OLEH
NAMA : LILIS RATNASARI
NIM : Q1A1 15 270
KELAS : TPG-C 2014
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
Modifikasi Tepung Sagu dengan Metode
Asetilasi
Penggunaan pati sagu secara alami masih memiliki beberapa
keterbatasan untuk dapat diaplikasikan secara langsung pada produk, baik pangan
maupun non pangan. Untuk memperluas sifat fungsional pati sagu, maka perlu
dilakukan modifikasi pati. Modifikasi pati diharapkan dapat memperluas
penggunaan pati dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik
produk pangan yang diinginkan.
dalam
industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan
yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik
terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan
suhu tinggi. Sifat-sifat penting yang diinginkan dari pati termodifikasi (yang tidak dimiliki oleh pati alam) diantaranya adalah:
kecerahannya lebih tinggi (pati lebih
putih), retrogradasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek,
kekuatan regang yang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu
gelatinisasi yang lebih tinggi, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih
rendah.
Modifikasi sifat dan perkembangan teknologi di bidang pengolahan
pati, pati
alami dapat dimodifikasi sehingga mempunyai sifat-sifat yang
diinginkan seperti di atas. Modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan struktur
molekul dari yang dapat
dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis. Pati alami dapat dibuat menjadi pati
termodifikasi atau modified starch, dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau sesuai
dengan kebutuhan.
metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah modifikasi
dengan asam, modifikasi dengan enzim, modifikasi dengan oksidasi dan modifikasi
ikatan silang. Setiap metode modifikasi tersebut menghasilkan pati termodifikasi
dengan sifat yang berbeda-beda. Modifikasi
dengan asam akan menghasilkan pati dengan sifat lebih encer jika dilarutkan,
lebih mudah larut, dan berat molekulnya lebih rendah. Modifikasi dengan enzim,
biasanya menggunakan enzim alfa-amilase, menghasilkan pati yang kekentalannya
lebih stabil pada suhu panas maupun dingin dan sifat pembekuan gel yang baik.
Modifikasi dengan oksidasi menghasilkan pati dengan sifat lebih jernih, kekuatan regangan
dan kekentalannya lebih rendah. Sedangkan modifikasi dengan ikatan
silang menghasilkan pati yang kekentalannya tinggi jika dibuat larutan dan lebih tahan
terhadap perlakuan mekanis.
Pati modifikasi yaitu pati yang mengalami perlakuan fisik, kimia
ataupunenzimatis secara terkendali sehingga dapat mengubah satu atau lebih dari
sifatasalnya. Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan dengan berbagai
metode,salah satunya metode asetilasi. Modifikasi pati secara asetilasi dapat
menghasilkan pati yang tahan terhadap retrogradasi dan suhu rendah tanpa
mengubah penampilanfisik pati. Ningtyas (2010) menjelaskan bahwa
proses modifikasi pati secaraasetilasi membutuhkan biaya lebih rendah
dibandingkan dengan metode modifikasi kimia lainnya sehingga lebih menguntungkan apabila digunakan pada
industripangan, seperti pada pembuatan saus kental, sohun, mi, ataupun edible
film.
Terdapat
pada penelitian Hamzah dan Rahmayuni (2012), dengan judul Karakteristik Pati Sagu Modifikasi Dengan Metode Asetilasi seperti dibawah ini :
A. Bahan Dan
Metode
Alat-alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, erlenmeyer,
gelas ukur, gelas piala, pipet
tetes, magnetic stirer, spatula, pH meter, stopwatch, kertas saring, corong, loyang, dan
oven. Bahan yang digunakan meliputi pati sagu, akuades, CH COOH 6%, NaOH 0,3 N, dan HCl 0,1 N.
B. Metode
Penelitian
Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari lima perlakuan, masing
masing perlakuan dilakukan sebanyak tiga ulangan sehingga diperoleh 15 unit
percobaan. Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu,
kadar gugus asetil dan penilaian organoleptik. Adapun perlakuan dalam penelitian
ini yaitu:
SA1 : Pati sagu alami (tanpa modifikasi)
SA2 : Pati sagu terasetilasi selama 30 menit
SA3 : Pati sagu terasetilasi selama 60 menit
SA4 : Pati sagu terasetilasi selama 90 menit
SA5 : Pati sagu terasetilasi selama 120 menit
C. Analisis
Data
Data yang diperoleh dari 6 (enam) parameter pengujian akan
dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA).
Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F tabel maka analisis akan
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
D. Pelaksanaan
penelitian
Proses modifikasi pati sagu dengan metode asetilasi mengacu pada
Teja dkk.
(2008). Pati sagu sebanyak 150 gram dicampur dengan 450 ml akuades. Kemudian
tambahkan 4,7 ml CHCOOH 6 % ke dalam larutan pati sagu tersebut. Setelah
itu, pH larutan diatur hingga 8 dengan menambahkan 1,5 ml NaOH 0,3 N disertai
pengadukan. Larutan pati sagu tersebut didiamkan (sesuai perlakuan yaitu 30 menit;
60 menit; 90 menit; dan 120 menit), lalu tambahkan HCl 0,1 N sampai pHnya 6. Slurry
pati kemudian difiltrasi dan endapannya dicuci dengan akuades sebanyak
dua kali. Endapan pati tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 50°C selama 2
jam.
E. Hasil dan Pembahasan
Kadar
Air
Hasil pengamatan kadar air pati sagu setelah dianalisis sidik
ragam menunjukkan
bahwa perlakuan modifikasi secara asetilasi berpengaruh nyata terhadap
kadar air pati sagu. Rata-rata kadar air pati sagu yang dihasilkan setelah diuji
lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air pati
sagu berkisar
antara 9,890% sampai 16,639%. Proses asetilasi menyebabkan kadar air pati sagu
lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu alami. Lamanya waktu asetilasi
tidak mempengaruhi kadar air pati sagu yang dihasilkan. Kadar air pati sagu alami
berbeda nyata dengan kadar air pati sagu modifikasi. Rendahnya kadar air pada
pati sagu modifikasi asetilasi dikarenakan tingginya kadar amilosa pada pati sagu
modifikasi dibandingkan dengan pati sagu alami yang mengakibatkan menurunnya
daya absorbsi air. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suarni dan Nur (2008),
bahwa kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan daya absorbsi air dan kelarutan,
sehingga pada saat pemanasan jumlah air yang terbuang lebih banyak yang
mengakibatkan kadar air pati modifikasi menjadi rendah. Selain itu, pati sagu alami
memiliki kadar amilopektin yang tinggi dari pada pati sagu modifikasi. Amilopektin bersifat hidrofilik sehingga pati sagu alami banyak
menahan air saat pemanasan
yang mengakibatkan kadar air pati sagu alami menjadi tinggi.
Kadar
Abu
Hasil pengamatan kadar abu pati sagu setelah dianalisis sidik
ragam menunjukkan
bahwa perlakuan modifikasi secara asetilasi berpengaruh nyata terhadap
kadar abu pati sagu. Rata-rata kadar abu pati sagu yang dihasilkan setelah diuji
lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu pati
sagu berkisar
antara 0,088% sampai 0,239%. Pati alami memiliki kadar abu yang lebih rendah
dibandingkan dengan pati modifikasi. Lamanya waktu asetilasi mempengaruhi
kadar abu pada pati sagu. Semakin lama waktu asetilasi maka kadar abu pun
semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya buffer asetat pada proses modifikasi
pati. Semakin lama waktu asetilasi maka semakin banyak gugus asetil yang
berikatan dengan pati sehingga pada saat pembakaran gugus asetil ini tidak rusak. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Hubber dan Be Miller (2000) dan Wulan dkk. (2007)
bahwa granula pati modifikasi memiliki pori-pori di permukaan dan rongga
internal dalam hilum, sehingga memberikan akses yang lebih terbuka ke bagian
dalam granula. Dengan demikian akan mempermudah penyerapan buffer asetat ke
dalam granula pati modifikasi sehingga meningkatkan kadar abu.
Kadar
Gugus Asetil
Hasil pengamatan kadar gugus asetil setelah dianalisis sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan modifikasi secara asetilasi berpengaruh nyata terhadap
kadar gugus asetil. Rata-rata kadar gugus asetil pati sagu yang dihasilkan setelah
diuji lanjut dengan uji DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan data pada Tabel 3 bahwa kadar gugus asetil pati sagu
berkisar antara
0,021% sampai 18,747%. Kenaikan jumlah gugus asetil seiring dengan semakin
lamanya waktu asetilasi. Semakin lama waktu kontak antara asam asetat dengan pati
sagu menyebabkan melemahnya ikatan hidrogen pada pati sagu. Hal ini
memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk mensubstitusi gugus hidroksil
oleh gugus asetil sehingga jumlah gugus asetil semakin meningkat.
Penilaian
Organoleptik terhadap Parameter Warna
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi
secara
asetilasi
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter warna. Rata-rata warna pati
sagu yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa warna pati sagu memberikan penilaian berkisar
antara sama baiknya dengan R dengan skor 2,567 sampai 2,967. Warna pati sagu
modifikasi asetilasi berbeda tidak nyata dengan pati sagu alami. Dengan demikian
penambahan asam asetat tidak mempengaruhi warna dari pati sagu modifikasi
karena asam asetat tidak dapat berperan sebagai pemutih. Berbeda halnya
dengan penelitian yang dilakukan oleh Aini dan Hariyadi (2007) pada modifikasi
pati jagung secara oksidasi dengan menggunakan natrium hipoklorit. Penggunaan
natrium hipoklorit pada proses modifikasi kimia pati akan memberikan
efek memutihkan pada produk pati yang dihasilkan karena natrium hipoklorit
merupakan oksidator yang dapat berperan sebagai pemutih. Sehingga warna pati
sagu modifikasi asetat hampir sama dengan warna pati sagu alami yaitu putih
kecoklatan.
Penilaian
Organoleptik terhadap Parameter Bau
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi
secara
asetilasi
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bau. Rata-rata bau pati sagu
yang dihasilkan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa bau pati sagu memberikan penilaian
berkisar antara sama
baiknya dengan R dengan skor 2,533 sampai 2,833. Bau pati sagu modifikasi
asetilasi berbeda tidak nyata dengan pati sagu alami. Dengan demikian perlakuan
asetilasi tidak menyebabkan terjadinya perubahan bau pati sagu. Hal ini dikarenakan
bahwa penggunaan asam asetat pada pati sagu modifikasi tidak merubah bau
dari pati sagu alami yaitu normal (bebas dari bau asing).
Penilaian
Organoleptik terhadap Parameter Tekstur
Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi secara asetilasi
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap parameter tekstur. Rata-rata tekstur
pati sagu yang dihasilkan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa tekstur pati sagu memberikan penilaian berkisar
antara sama baiknya dengan R dengan skor 2,500 sampai 2,933. Tekstur pati sagu
modifikasi asetilasi berbeda tidak nyata dengan pati sagu alami. Dengan demikian perlakuan
asetilasi tidak menyebabkan terjadinya perubahan tekstur pati sagu
modifikasi secara visual karena modifikasi asetilasi hanya merubah granula pati. Pati
sagu modifikasi memiliki tekstur yang sama dengan pati sagu alami yaitu serbuk
halus sehingga sifat fungsional pati sagu meningkat dan dapat memperluas penggunaan
pati untuk produk, baik pangan maupun non pangan. Penampakan keseluruhan
pati sagu untuk semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
DAFTAR PUSTAKA
Teja, A., I. Sindi,
A. Ayucitra, Laurentia dan K. Setiawan. 2008. Karakteristik pati
sagu dengan
metode modifikasi asetilasi dan cross-linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 7 No. 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar