LAPORAN PRAKTIKUM KEAMANAN
PANGAN
"Identifikasi
Formalin Pada Bahan Pangan"
![]() |
OLEH :
KELOMPOK 1 KELAS Q1A1-C
LILIS
RATNASARI :
Q1A1 15 270
KIKI
FATMALA : Q1A1 15
259
ERAWATI :
Q1A1 15 255
SINDY PRATNA P.I :
Q1A1 15 254
IIN TRISNI INDRIANI : Q1A1 15 269
SITI SARINAH : Q1A1 15 253
ELVI SILVIANTI :
Q1A1 15 264
MUH. APRYANTO :
Q1A1 15 265
DEA ANANDA S.M
: Q1A1 15 278
DZOHIRA PURNAMA A.L :
Q1A1 15 279
DAYAN AULIA : Q1A1 15 271
MUH. AL IRSYAK :
Q1A1 15 260
MUHAMAT ABAS :
Q1A1 15 283
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa ini Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia, maka
semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi
dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibandingkan dengan bentuk
segarnya. Berkembangnya produk pangan awet tersebut hanya mungkin terjadi
karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis
makanan yang praktis dan awet.
Kebanyakan makanan yang
dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan yang dapat mengawetkan
makanan atau merubahnya dengan berbagai teknik dan cara. Bahan Tambahan Makanan
didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak
bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu
teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat
khas makanan tersebut. Jadi kontaminan atau bahan-bahan lain yang ditambahkan
ke dalam makanan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu gizi bukan merupakan
bahan makanan tambahan.
Di kalangan konsumen
pangan masih sering terjadi kontroversi mengenai penggunaan bahan tambahan
makanan di industri pangan, khususnya mengenai resiko kesehatan, terutama yang
berasal dari bahan sintetik kimiawi. Sebab masalah keamanan pangan bukan hanya
merupakan isu dunia, tetapi juga telah menjadi masalah setiap orang. Salah satu yang menjadi baham pengawet
makanan yaitu formalin. Formalin dijadikan salah satu zat untuk
mengawetkan makanan, sehingga makanan akan lebih lama bertahan.
Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik
ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa,
formalin dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan
manusia. Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan formalin bermacam-macam
misalnya; mual,muntah,bahakan dapat menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh
bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia
Seperti
yang di ketahui bahwa formalin digunakan untuk
mengawetkan mayat namun banyak orang yang biasa menyalahgunakan keberadaan formalin
tersebut dengan menambahkannya pada bahan pangan. sehingga dibuatlah praktikum identifikasi formalin pada bahan pangan.
1.2. Tujuan
Tujuan Praktikum ini yaitu untuk mengidentifikasi formalin pada bahan
pangan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang
harus melekat pada pangan yang hendak dikomsusmsi oleh semua masyarakat
Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah
tangga maupun industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah
satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Harto, 2008).
Salah satu masalah terbesar bagi pengusaha bakso
maupun makanan cepat saji adalah mencegah terjadinya pembusukan, karena itu makanan-makanan cepat saji
harus habis terjual sebelum mengalami pembusukan. Masalah tersebut menyebabkan beberapa
oknum penjual makanan cepat saji berbuat curang. Salah satu caranya adalah dengan mengawetkan
makanan cepat saji tersebut yang umumnya mengandung protein dan lemak ataupun bahan
bakunya dengan menggunakan formalin. Formalin tersebut bersifat mengkoagulasi protein yang terdapat
dalam protoplasma dan nucleus sekaligus membunuh semua bakteri pembusuk yang ada pada bahan-bahan
makanan tersebut (Saraswati, 2009).
Tahu merupakan bahan makanan yang banyak
diminati oleh masyarakat di Indonesia. Hampir setiap hari tahu dapat dijumpai dalam menu makanan keluarga. Tahu merupakan produk makanan yang berasal dari olahan kedelai yang relatif murah, praktis dan mudah didapat. Selain itu, tahu juga memiliki nilai gizi yang dibutuhkan tubuh, salah satunya adalah protein (Aprilianti et al, 2007).
Ikan asin sangat memasyarakat, Namun ternyata pengetahuan masyarakat
mengenai ikan asin yang aman danbaik untuk dikonsumsi masih kurang. Yang paling
ramai dibicarakan di media massa akhirakhir ini adalah keracunan makanan karenapenggunaan zat kimia berbahaya,
sepertiformalin dan boraks dalam makanan. Formalinyang dicampurkan pada makanan
dapatmenjadi racun bagi tubuh karena sebenarnyabukan merupakan bahan tambahan
makanan(Hastuti, 2010: Yuliarti, 2007).
Formalin sebenarnya sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor industri,
formalin sangat banyak manfaatnya, misalnya sebagai anti bakteri atau pembunuh kuman, sehingga formalin
sering dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian bahkan juga dapat dipergunakan
sebagai pembunuh lalat dan berbagai serangga lain. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%), formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
bahan non pangan seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, shampo mobil,
lilin dan karpet
(Yuliarti, 2007).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan. Bahaya formalin bagi kesehatan apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah dan diare, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal. Bahaya utama formalin bila tertelan dan akibat yang ditimbulkan dapat berupa bahaya kanker pada manusia karena bersifat karsinogenik (Aprilianti et al., 2007)
Formalin mudah bereaksi dengan protein
karena formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan hingga kedalam
tahu dan dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin sehingga
tahu akan menjadi kenyal dan protein yang mati tidak akan diserang bakteri
pembusuk yang menghasilkan senyawa asam sehingga tahu yang berformalin
akan awet dan tahan lama (Ariani et
al., 2016).
Dalam penggunaan formalin pada ikan asin terdapat faktor
perilaku yang mempengaruhi. Berkaitan dengan perilaku, beberapa
hal yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuanmerupakan dominan yang sangat
penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. Sikap merupakan
komponen yang penting dala melakukan tindakan (Notoatmojo, 2007)
III. METODE PRAKTIKUM
3.1.
Tempat dan Waktu
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pangan, Fakultas Teknologi dan Industri
Pertanian, Universitas Halu Oleo Kendari, Pada hari Sabtu Tanggal 17 Juni 2017,
Pukul 16.00 WITA sampai selesai
3.2.
Bahan
dan Alat
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini ialah Bakso, Tahu, Ikan asin, Aquades, KmNO4
dan Indikator PP sedangkan alat yang digunakan pada praktikum ini ialah
erlenmeyer, tabung reaksi, timbangan, gelas ukur, pipet tetes dan kertas saring.
3.3.
Prosedur
kerja
Prosedur
kerja praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Menimbang
sampel tahu, bakso dan ikan asin sebanyak 5 gram.
2. Memasukkan
masing-masing sampel kedalam elenmeyer.
3. Memasukkan
20 ml aquades kedalam elenmeyer.
4. Menghomogenkan
sampel yang ada di elenmeyer yang teleah
diberi20 ml aquades.
5. Menyaring
sampel menggunakan kertas saring kedalam tabung reaksi.
6. Meneteskan
Indikator PP kedalam sampel sebanyak 1 tetes.
7. Meneteskan
KMnO4 kedalam tabung reaksi sebanyak 1 tetes, kemudian dihomogenkan.
8. Mengamati
perubahan warna sampel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil
pengamatan pada praktikum ini dibentuk dalam tabel dibawah ini :
No
|
Sampel
|
Pengamatan
Uji formalin
|
1
|
Bakso
|
Negative (-)
|
2
|
Tahu
|
Negative (-)
|
3
|
Ikan Asin
|
Negative (-)
|
4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas dapat diketahui
bahwa dari ketiga sampel bakso, tahu dan ikan asin pada pengamatan uji formalin
mengidikasikan negatif mengandung formalin karna warna yang
ditimbulkan berwarna merah bata, Sementara jika sampel berwarna putih bening, maka menunjukan posotif adanya formalin pada
bahan pangan. tidak adanya formalin pada sampel tersebut ini
dikarenakan pengetahuan produsen terhadap bahaya yang ditimbulkan, selain itu
Kota Kendari tidak seperti kota-kota besar lain yang para produsen makanan
berlaku curang terhadap konsumen.
Penelitian lain oleh
Faradilla et al (2014) mengidentifikasi
formalin dilaboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran UniversitasAndalas ternyata 35,29% bakso gerobak teridentifikasimengandung
formalin, 54,54% bakso warungteridentifikasi mengandung formalin, dan 66,67% bakso franchise
teridentifikasi mengandung formalin. Hal yang sama pada penelitian Ariani (2016) menunjukan hasil penelitian tahu mentah yang dijual di Pasar Kalindo,
Teluk Tiram dan Telawang Banjarmasin yang menunjukan hasil 90%. pada pasar
Kalindo positif mengandung formalin, 100% (4 dari 4
sampel tahu mentah) pada pasar Teluk Tiram positif mengandung formalin dan 80% (4 dari 5
sampel tahu mentah) pada pasar Telawang positif mengandung formalin. penelitian yang sama oleh Zilhadia (2011) identifikasi kandungan formalin, Hasil analisis sampel dari pasar Ciputat, sampelnya
terdeteksi mengandung formaldehid. Konsentrasi formaldehid adalah 104,87 μg /
mL, 11,21 μg / mL, 1,96 μg / mL, 190,80 μg / mL, 201,98 μg / mL, 10,47 μg / mL,
dan 3,31 μg / mL . Habibah (2013) bahwa 9 (21,9%) dari 41 sampel ikan asin yang diuji positif mengandung formalin. penelitian Uddin et
al (2011) juga Dari lima pasar lokal yang berbeda, lima spesies ikan
dikumpulkan dan kehadiran formalin terdeteksi menggunakan "kit deteksi
formalin pada ikan" yang dikembangkan oleh Dewan Riset Ilmiah dan Industri
Bangladesh (BCSIR). Penelitian menunjukkan bahwa 70% ikan Rui adalah formalin
yang terkontaminasi dan hampir 50% sampel ikan mengandung formalin.
Sesuai dengan pengamatan dilapangan ciri-ciri bakso yang
mengandung formalin memangt hampir sama dengan bakso yang tidak mengandung formalin,
namun jika diamati dengan seksama bakso yang mengandung formalin memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda
dengan bakso yang tidak mengandung formalin
(Faradilla et al., 2014).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bakso yang mengandung
formalin warnanya terlihat lebih putih pucat dibandingkan dengan bakso yang tidak
mengandung formalin namun jika dibelah didalamnya terlihat berwarna lebih merah. Hal ini disebakan
karena senyawa formalin memiliki kandungan zat pemutih (Ester et al., 2011) Aroma dagingnya juga tidak terlalu kuat seperti bakso yang tidak mengandung formalin
dan jika bakso yang mengandung formalin dilemparkan dia akan memantul, berbeda dengan bakso yang
tidak mengandung formalin.
Beberapa survei menunjukkan, alasan produsen atau pedagang jadi
menambahkan formalin pada tahu tersebut adalah agar tahu terlihat
kenyal jika ditekan, konsumen biasanya sulit untuk membedakan tahu yang diawetkan
dengan formalin dan tidak diawetkan dengan formalin, tahu mudah rusak dan
bertahan paling lama hanya 1 atau 2 hari, produsen atau pedagang tidak mengetahui akan bahaya
formalin bagi kesehatan dan perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli
makanan yang harganya murah, tanpa mengindahkan kualitas.
Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS),
lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum ambang
batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Sementara formalin yang boleh masuk
ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Sukayada, 2006). Meskipun demikian, penggunaan formalin dalam makanan telah dilarang oleh pemerintah
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/88 tentang bahan
tambahan makanan (Yuliarti, 2007 ). Penggunaan formalin dalam makanan dilarang karena dapat menimbulkan efek bagi
kesehatan. Efek dari bahan makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian.
Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan iritasi lambung,
alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang
yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur
darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Cahyadi,
2006).
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa praktikum
identifikasi formalin pada bahan pangan dengan sampel yaitu bakso, tahu dan ikan asin negatif mengandung
formalin karna warna yang
ditimbulkan berwarna merah bata, Sementara jika sampel berwarna putih bening, maka menunjukan posotif adanya formalin pada
bahan pangan tersebut.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar pengujian formalin
tidak hanya menggunakan KmNO4 , bisa mengunakan cara lain seperti
menggunakan larutan Ag(HN3)2NO3 .
DAFTAR PUSTAKA
Aprilianti A, Ma’ruf A, Fajarini ZN, Purwanti
D. 2007. Studi Kasus Penggunaan
Formalin Pada Tahu Takwa
Dikota Madya Kediri. Malang; Universitas Muhamadiyah Malang.
Ariani N., M. Safutri dan S. Musiam. 2016. Analisis Kualitatif
Formalin Pada Tahu Mentah Yang Dijual Di Pasar Kalindo, Teluk Tiram DanTelawang Banjarmasin. Jurnal Ilmiah Manuntung,2(1);60-64.
Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan
Bahan Tambahan Pangan, Edisi Kedua. Jakarta; Sinar Grafika Offset.
Ester, F, Alvama P, Oentoro CP, Setiawan A. 2011. Uji kandungan formalin dengan gelombang ultrasonik. Jurnal Program Kreativitas Mahasiswa, Universitas
Kristen Satya Wacana.
Faradila, Y. Alioes dan Elmatris. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2).
Habibah T.P.Z. 2013. Identifikasi
Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin Dan Faktor Perilaku Penjual Di Pasar
Tradisional Kota Semarang. UJPH 2(3)
Harto. 2008.Makanan
Yang Mengandung Formalin. (http://pipit.
Wordpress .com/2005/12/30/ciri-ciri-makanan-yang-mengandung-formalin).
Diakses pada tanggal 19 Juni 2016
Hastuti S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid
pada Ikan Asin di Madura. Jurnal Agrointek 4(2)
Mahdi, C dan Mubarrak, Shofi A. 2008. Uji
Kandungan Formalin, Borak dan Pewarna Rhodamin pada Produk Peternakan Dengan
Metode Spot Test. Berkala Ilmiah Perikanan Vol.3. Malang: Universitas
Brawijaya.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Saraswati, T. R.
2009. Penelitian pengaruh formalin, diazepam, dan minuman beralkohol terhadap sistem tubuh. 2009 (diunduh 11 Mei 2013).
Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://ejournal.undip.ac.id/index.php/sm/- article/do wnload/3279/2943.
Sukayada I.M.K. 2006. Ada Apa dengan Formalin?, Semarang: Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro.
Uddin R., M. I. Wahid., T.Jesmeen, N.H. Huda dan K.B. Sutradhar . 2011. Detection of Formalin in Fish Samples Collected from Dhaka City, Bangladesh. S. J. Pharm. Sci. 4(1): 49-52
Yuliarti N.
2007. Awas! Bahaya
Dibalik Lezatnya Makanan,
Yogyakarta: CV Andi Offset.
Zilhadia dan S. Susanti. 2011. Determination Of
Formaldehyde In Tofu From Ciputat Traditional Market With Colorimetry Method. Valensi 2(2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar